
Puasa dalam Kalender Jawa
Pelaksanaan awal puasa Ramadhan tahun 1446 H diprediksi dilakukan serentak oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia. Metode rukyatul hilal berpotensi menghasilkan kesimpulan yang sama dengan hisab (wujudul hilal). Namun demikian, beberapa kelompok Islam di Jawa menetapkan awal Ramadhan berbeda. Hal ini karena mereka menerapkan cara tersendiri yang berbeda dengan metode pada umumnya. Kelompok muslim yang sering disebut Aboge menetapkan awal Ramadhan pada hari Ahad Pon, bertepatan dengan tanggal 2 Februari 2025.
Kelompok Muslim Aboge memiliki sistem kalender dengan siklus 8 (delapan) tahunan yang terus berputar secara konstan. Awal bulan ditetapkan menggunakan rumus baku yang berlaku hingga 120 (seratus duapuluh) tahun. Pada rentang tahun tersebut, mereka dapat menetapkan waktu-waktu tertentu seperti awal Ramadhan secara pasti.
Pada tahun 1446 H / 2025 M, mendasarkan pada kalender Jawa masuk pada tahun Za/Je. Rumus baku tahun Za/Je adalah Zasahing, yaitu tanggal 1 Sura (Muharram) jatuh pada hari selasa pahing. Awal Tramadhan ditetapkan dengan rumus Sanemro, yaitu hari ke enam, pasaran kedua. Dengan rumus ini maka dapat dipastikan puasa ramadhan dimulai pada hari Ahad Pon bertepatan tanggal 2 Maret 2025. Idul Fitri ditetapkan dengan rumus Waljiro, yaitu hari Selasa Pon atau bertepatan tanggal 1 April 2025.
Kalender Jawa-Islam merupakan khazanah keislaman yang perlu diapresiasi. Hal ini tidak lepas dari sejarah hubungan antara Islam dan budaya Jawa pada fase pertama. Masyarakat Jawa sebelumnya bergama Hindu-Budha dengan sistem kalender yang dikenal dengan Saka. Pengaruh India sangat kental baik dari sisi agama maupun tradisi yang dijalankan. Islam masuk pada masyarakat nusantara yang sudah terkonstruksi budaya dan agama yang relatif telah mapan.
Masuknya Islam di nusantara tidak berlangsung frontal meskipun bertemu dengan banyak hal yang berbeda. Sebaliknya, Islam membangun komunikasi yang holistik dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek yang utama. Tidak terjadi proses justifikasi yang menyalahkan atau menyesatkan, tetapi melalui komunikasi yang berlangsung secara kultural melalui praktik-praktik kebudayaan yang berlaku.
Salah satu inisiatif yang monumental adalah integrasi kalender Jawa dengan Hijriah yang pertama kali dilakukan oleh Sultan Agung. Melalui integrasi ini, kehadiran Islam tidak lantas menghilangkan identitas Jawa. Sebaliknya, identitas Jawa tampak semakin eksis melalui penyelenggaraan-penyelenggaraan event keagamaan Islam. Beberapa event keagamaan yang menunjukkan integrasi Islam dan Jawa adalah sekaten, gerebeg sura, dan gerebek maulud.
Peristiwa di atas menunjukkan bahwa agama dan budaya bukan hal yang perlu dipertentangkan. Melalui komunikasi dan interrelasi yang terus menerus, keduanya akan memberikan kontribusi yang positif bagi penyelenggaraan kehidupan masyarakat yang dinamis. Agama sebagai kebenaran ilahi kemudian terekspresikan dalam ruang-ruang sosial publik melalui kebudayaan. Proses ini tidak kemudian menjadikan agama kehilangan kemurniannya, sebaliknya justeru semakin menunjukkan keuniversalannya melalui beragam ekspresi dari para penganutnya.