Ngaji Rasa dan Budaya, Fakultas Dakwah Menyala
Bertempat di Gubuk Carablaka, kediaman Budayawan Banyumas KH. Ahmad Tohari, Selasa (23/24) civitas akademika Fakultas Dakwah UIN Prof. K.H. Saifuddib Zuhri Purwokerto mengadakan kegiatan konsorsium dosen bertajuk Ngaji Budaya dan Rasa. Kegiatan diisi dengan paparan Ahmad Tohari terkait bagaimana menanamkan karakter cablaka sebagai watak budaya Banyumas kepada generasi muda, terutama mahasiswa. Menurutnya, setiap kebudayaan memiliki filosofi dan akar yang merepresentasikan komunitas pendukungnya. Oleh karena itu maka tidak tepat apabila ada penilaian bahwa budaya satu lebih tinggi atau rendah dibanding dengan lainnya. “cara pandang dan keyakinan komunitas terhadap realitas yang dihadapi bersifat unik. Mereka akan merespons dengan cara-cara yang diyakini paling tepat. Bentuk kebudayaan tidak bersifat universal,” jelas Tohari.
Dia melanjutkan bahwa penanaman budaya terhadap generasi merupakan hal penting, bukan hanya bagi komunitasnya tetapi justeru untuk yang bersangkutan. Generasi yang memahami budaya akan memiliki karakter yang kuat dan memiliki potensi lebih besar mewujudkan proyeksi tujuan ndividu dan kelompoknya. Dalam konteks pendidikan pada perguruan tinggi, transformasi kebudayaan dapat dijadikan sebagai metode mewujudkan pendidikan yang holistik dan berkesinambungan. “Budaya dalam berbagai jenis dan bentuknya menjadi modal sosial untuk mewujudkan kehidupan yang lebih humanis,” tegas Tohari.
Transformasi kebudayaan dalam pembelajaran perguruan tinggi dapat mereduksi sikap-sikap inferioritas akibat praktik feodalisme yang telah berlangsung lama. Feodalisme di Indonesia dipraktikkan oleh negara dan berbagai lembaga di bawahnya termasuk pendidikan dan bahkan agama. Feodalisme menganggap bahwa manusia memiliki posisi tidak setara berdasar kepemilikan yang dikuasainya. Masyarakat dulu didasarkan atas kepemilikan tanah, kemudian berkembang kepada uang, dan bahkan agama. Penguasaan atas tanah, uang, dan agama menjadikan seseorang atau kelompok memiliki posisi lebih tinggi dibanding yang lain dan merasa benar untuk melakukan penindasan dan eksploitasi. Menurut Ahmad Tohari, budaya Banyumas dengan watak cablaka menjadi modal sosial penting untuk melawan feodalisme atas dasar apapun.
Dr. Muskinul Fuad, M.Ag, Dekan Fakultas Dakwah menyampaikan pengarusutamaan budaya dalam praktik pembelajaran di perguruan tinggi mendesak untuk dilakukan. Penetrasi budaya global sudah sangat massif yang perlu direspons secara kreatif dengan menghadirkan kearifal lokal yang dimiliki. “Generasi muda kita lebih tertarik dengan budaya luar karena mereka menggap lebih modern dan adaptif dengan kebutuhan baru. Mereka memiliki kecenderungan unik yang saat ini diakomodasi budaya luar,” jelas Fuad. Dia melanjutkan kebudayaan lokal dengan berbagai kelebihannya memiliki tantangan untuk lebihy “memahami” generasi muda. Untuk itu, Fakultas Dakwah dengan civitas akademikanya memiliki tugas mentransformasikan budaya lokal, terutama Penginyongan dalam pembelajaran pendidikan tingi untuk menciptakan sumberdaya yang unggul (ATT)