Keluarga menjadi Masalah bagi Kebahagiaan Anak
Keluarga merupakan lembaga pertama dan paling utama bagi anak. Di dalam keluarga, anak tumbuh dan berkembang dengan perhatian dan kasih sayang orang tua. Keluarga menjadi tempat yang paling nyaman bagi anak atas berbagai permasalahan yang timbul akibat proses sosialisasi dan interaksi sepanjang hari. Namun demikian, tidak semua keluarga mampu memerankan fungsi tersebut, sebaliknya justeru menjadi sumber masalah yang berkontribusi pada menurunnya tingkat kebahagiaan anak.
Hal di atas terungkap pada acara Focus Group Discussion (FGD) “Suara Anak tentang Kebahagiaan” di Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap. Secara umum, peserta FGD menyebut keluarga menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan anak merasa tidak bahagia. Persoalan-persoalan klasik keluarga seperti pertengkaran, perselisihan, hingga perceraian orang tua memberikan dampak yang serius bagi anak. Hal ini dapat dipahami karena anak pada usia sekolah membutuhkan dukungan besar dari orang-orang terdekatnya, terutama orang tua. Sehingga ketika orang tua bermasalah, persoalan yang muncul pada anak bukan hanya hilangnya dukungan tetapi juga harapan.
FGD diselenggarakan oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Cilacap bekerjasama dengan Fakultas Dakwah UIN Saizu Purwokerto. FGD diikuti oleh perwakilan pelajar SMA/SMK/MA se kecamatan Cipari.
Salah seorang peserta FGD, Fifi mengaku hal yang membuat dirinya tidak bahagia adalah hubungan orang tua yang tidak harmonis. Pertengkaran dan perselisihan yang terjadi di keluarga membuat dirinya tidak betah di rumah. “Rumah tidak memberikan suasana nyaman bagi saya sebagai anak. Hal yang bisa saya lakukan pasrah,” jelasnya.
Dia melanjutkan bahwa persoalan keluarga berimbas terhadap prestasi belajar di sekolah. Motivasi dan semangat yang sebelumnya diperoleh dari keluarga menjadi hilang. Sebaliknya keluarga justeru menjadi beban tersendiri yang memberatkan.
Rifqi Atsani, fasilitator FGD dari Fakultas Dakwah UIN Saizu menjelaskan bahwa keluarga menjadi faktor kontraproduktif bagi anak dalam mencapai kebahagiaan. Realitas ini menjadi tantangan tersendiri bagi Fakultas Dakwah dan UIN Saizu Purwokerto bahwa keluarga merupakan institusi primer yang kualitasnya harus terjada untuk mendukung anak dalam meraih kebahagiaan dan kesuksesan. Menurut Rifqi, selama ini perhatian utama dalam isu keluarga adalah ekonomi atau pekerjaan. Padahal dengan pemahaman yang lebih mendalam ternyata terdapat masalah mental yang perlu dipersiapkan. Pertengkaran, perselisihan, hingga perceraian banyak disebabkan karena mental orang tua yang belum sepenuhnya siap membangun rumah tangga. Untuk itu, Rifqi menyarankan ke depan terdapat desain khusus yang dilakukan Fakultas Dakwah dan UIN Saizu yang menyasar kelompok sosial dalam rangka mempersiapkan keluarga yang berkualitas. (ATT)