Sliweran
Lebaran: Siapa Paling Untung?

Lebaran: Siapa Paling Untung?

Secara berurut, daftar belanja setiap perayaan lebaran adalah makanan, pakaian, transportasi, dan distribusi uang kontan. Data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi perputaran uang pada lebaran tahun 2024 mencapai 157,3 triliyun. Angka ini dihitung dari jumlah pemudik yang mencapai 193,6 juta orang atau setidaknya 48,4 juta keluarga dengan asumsi rata-rata mengeluarkan 3,250.000,-. Jumlah ini berpotensi naik mengingat pengalinya dilakukan dengan angka minimal atau moderat.

Dari jumlah uang yang berputar tersebut, pertanyaan kemudian adalah siapa yang paling mendapatkan keuntungan? Mengingat pemudik menyebar ke hampir seluruh penjuru tanah air, sektor mikro dan kecil memperoleh dampak positifnya. Pelaku ekonomi mikro dan kecil yang umumnya beroperasi di daerah, desa, dan sektor-sektor informal mengalami peningkatan pergerakan. Namun apabila dibandingkan dengan industri skala besar, sektor mikro dan kecil mendapatkan porsi yang terbilang sedikit.

Komoditas makanan misalnya, umumnya hidangan yang disajikan atau oleh-oleh buah tangan adalah produk dari industri-industri besar. Selain alasan praktis, konsumsi produk industri ini terkait dengan cara pandang masyarakat yang dideterminasi oleh pola dikotomis modern-tradisional. Produk-produk industri diasumsikan merepresentasikan nilai-nilai modernitas dan menjadi antitesa terhadap daerah atau desa yang diposisikan tradisional. Melalui produk industri, masyarakat kemudian mengidentifikasikan dirinya menjadi bagian dari modernitas.

Begitu halnya dengan belanja pada peringkat selanjutnya, pakaian dan transportasi. Keduanya disuplai oleh industri dan pemilik modal besar  yang cukup menggerus pengeluaran masyarakat selama musim lebaran. Apabila dibuat rata-rata, pengeluaran untuk komoditas makanan, pakaian, dan transportasi mencapai 70% dari total belanja keluarga pemudik. Hal ini menunjukkan bahwa industri menjadi pihak yang paling banyak mengambil keuntungan dari perputaran uang selama lebaran.

Masyarakat Hyper

Jeand Baudrillard menggunakan istilah hypersociety untuk menunjuk masyarakat yang memiliki hasrat konsumsi melebihi kebutuhan. Belanja yang dilakukan tidak diarahkan memenuhi konsumsi yang dibutuhkan, melainkan untuk mencapai identitas tertentu pada realitas yang semu. Realitas ini tidak pernah ada, namun pada masyarakat hyper keberadaannya mendesak untuk diwujudkan. Desakan-desakan inilah yang kemudian mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas konsumtif.

Lebaran dengan mudik sebagai aktivitas utamanya menjadi entry point bagi industri menawarkan berbagai komoditasnya kepada masyarakat. Melalui berbagai iklan, endorse selebriti dan public figure industri kemudian mengkonstruksi gaya hidup tertentu menjadi seolah-olah tuntutan atau keniscayaan masyarakat modern. Mudik sebagai budaya populis yang berdampak terhadap distribusi kesejahteraan menjadi narasi manipulatif yang mendesak untuk dilawan. Sebaliknya, mudik merupakan kepentingan industri melalui  rekayasa pasar dalam kemasan tradisi hari raya (aqen).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *