Sliweran
Hati-Hati Membayar Zakat Fitrah !

Hati-Hati Membayar Zakat Fitrah !

Kesalahan kaprah praktik pembayaran zakat fitrah telah terjadi di masyarakat dalam waktu yang cukup lama. Salah satu titik krusialnya adalah pemahaman yang bias antara panitia dan amil zakat. Di banyak tempat, panitia memposisikan dirinya sebagai ‘amil yang mengambil haknya sebagai mustahiq. Padahal, panitia dan amil memiliki definisi yang berbeda. Panitia menampung zakat fitrah dan secara kelompok dibentuk dan ditetapkan oleh organisasi atau lembaga yang menauinginya. Misalnya panitia pada sebuah masjid, mereka dibentuk dan ditetapkan oleh takmir setempat. Sementara amil adalah badan atau kelompok yang ditetapkan atau ditunjuk oleh imam (pemerintah) untuk melaksanakan tugas memungut, mengelola, dan mendistribusi zakat. Oleh karena itu, amil harus dilegitimasi melalui keputusan dari pemerintah atau lembaga pengelola zakat yang telah memiliki otoritas seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan beberapa lembaga amil zakat dari organisasi sosial keagamaan.

Isu kesalahan praktik pembayaran zakat fitrah di atas mencuat pada diskusi Padopokan Kali Joglo, Selasa (2/24) yang menghadirkan narasumber Dr. Ahmad Muttaqin, M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Dakwah UIN Saizu Purwokerto dan Agus Sunaryo, M.S.I, dosen Fakultas Syari’ah UIN Saizu Purwokerto sekaligus aktivis Bahtsul Masa’il PCNU Kabupaten Banyumas. Menurut Agus Sunaryo, pembayaran melalui panitia sangat beresiko sebab sangat tergantung pada pelaksanaan distribusi kepada mustahiq. Seseorang yang membayar zakat fitrah melalui panitia belum berstatus telah melaksanakan kewajiban hingga beras yang diberikan didistribusi kepada mustahiq. “Panitia bukan mustahiq, maka mereka wajib mendistribusikan beras yang diterima dari muzakki kepada kelompok yang berhak,” tandas Agus Sunaryo. Dia menyarankan para muzakki yang membayar melalui panitia ikut memastikan bahwa beras yang disampaikan telah benar-benar terdistribusi kepada mustahiq. Resiko paling besar adalah ketika panitia merasa menjadi amil dan mengambil hak sebagai mustahiq. Selain tidak sah, tindakan panitia seperti ini merugikan muzakki karena menjadikannya sebagai orang yang berstatus belum menunaikan kewajiban membayar zakat.

Ahmad Muttaqin menambahkan tempat-tempat yang beresiko melaksanakan kesalahan kaprah ini adalah sekolah-sekolah yang secara tidak langsung cenderung mewajibkan para siswanya membayar zakat melalui panitia sekolah. Selain distribusi yang tidak bisa dipastikan, panitia sering memposisikan sebagai amil dan mengambil haknya atas zakat. “Panitia zakat di sekolah bukan amil dan secara umum mereka tidak masuk salah satu asnaf yang berhak mendapatkan pembagian,” jelas Aqen. Oleh karena itu, fenomena ini akan menjadi semakin serius apabila tidak ada edukasi yang masif, baik kepada masyarakat sebagai muzakki maupun kepada lembaga-lembaga publik.

Zakat merupakan salah satu instrumen Islam yang dapat digunakan untuk mengurai persoalan klasik di Indonesia, yaitu kemiskinan. Zakat memekanisasi keadilan distribusi melalui pendekatan keagamaan sehingga basis yang berjalan adalah kesadaran, persaudaraan, dan saling menolong. Prinsip-prinsip dasar ini dimiliki oleh Islam yang membutuhkan kontekstualisasi secara terus-menerus dalam praktik sosial yang berkembang dinamis (1115).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *